MEDAN – HUMAS USU : Digitalisasi yang telah merambah dalam banyak aspek kehidupan umat manusia yang diawali dari keberadaan Revolusi Industri 1.0 yang kemudian berkembang semakin pesat hingga di era Revolusi Industri 4.0 saat ini membutuhkan perhatian serius serta kesiapan dari seluruh umat manusia, tak terkecuali masyarakat Indonesia. Universitas Sumatera Utara sebagai institusi pendidikan juga tak terlepas dari tanggungjawab untuk menyiapkan lulusannya sehingga selaras dengan misi yang dibawa oleh Era Revolusi Industri. Edy Rahmayadi menekankan bahwa USU perlu ditingkatkan kualitasnya dengan serius. Ia juga meminta agar seluruh dosen dan jajaran pimpinan di USU dapat memberikan teladan bagi para mahasiswa dan mahasiswi.
Hal tersebut disampaikan Gubernur Sumatera Utara H Edy Rahmayadi, saat menyampaikan orasi ilmiahnya di depan sejumlah undangan dan mahasiswa-mahasiswi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara, dalam puncak perayaan kegiatan tersebut, di Gelanggang Mahasiswa USU, Selasa (6/11).
Menurut Edy, Revolusi Industri perlu diwaspadai karena terdapat kecenderungan para pelaku industri lebih memilih penggunaan mesin-mesin ketimbang manusia untuk melakukan berbagai aktivitas pekerjaaan di pabrik-pabriknya. Dengan demikian, permintaan terhadap kebutuhan pekerja menjadi semakin sedikit, sementara permintaan akan kapasitas dan skill yang dimiliki oleh manusia itu sendiri semakin tinggi. Manusia yang dipekerjakan harus memiliki kemampuan untuk menguasai operasional mesin yang menggunakan berbagai teknologi canggih, digitalisasi dan otomatisasi yang semakin rumit. Dengan kondisi tersebut, para kaum milenial harus menyiapkan diri dengan kemampuan yang mumpuni kalau tak ingin terlindas oleh kemajuan zaman yang tak terbendung tersebut.
Edy Rahmayadi berulangkali menyampaikan permintaan maaf kepada para mahasiswa-mahasiswi yang hadir di ruangan tersebut, yang dianggap sebagai perwakilan dari kaum milenial lainnya, karena merasa generasi di zamannya tak mempersiapkan dan memfasilitasi serbuan teknologi tersebut dengan cermat dan matang. Untuk itu ia memandang bahwa kalangan usia tua, menengah dan muda saat ini harus bekerjasama bahu-membahu dalam menghadapi persoalan-persoalan pelik yang menjadi konsekuensi dari beralihnya zaman. Idealnya, kalangan muda saat ini dipersiapkan dengan baik oleh generasi sebelumnya untuk menghadapi berbagai efek yang ditimbulkan oleh pengandalan teknologi dalam berbagai dimensi, baik positif maupun negatif.
“Kalian para kalangan muda, harus memiliki motivasi dan cita-cita yang tinggi. Jangan terlena dengan kehidupan penuh hura-hura, narkoba, gaya hidup punk dan hal-hal yang kelak akan kalian sesali. Beranilah bermimpi dan bekerja keras mewujudkan mimpi tersebut. Ayah saya hanyalah seorang sersan, sementara ibu saya hanya seorang penjual kue. Namun saya, anaknya, bisa menjadi Letjen. Jangan rendah diri hanya karena kita berasal dari keluarga kurang mampu. Justru dengan berbagai keterbatasan itu kita harus bisa mewujudkan situasi yang berbeda di masa depan, yang membuat bangga orangtua, bermanfaat bagi masyarakat, bangsa dan negara,” tandas Edy.
Edy mencontohkan kehidupan yang dilalui Hellen Keller, seorang penulis terkenal Amerika, yang pernah memenangkan The Presidential Medal of Freedom dan The Lions Humanitarian Award dari Honorary University Degrees Women's Hall of Fame. Hellen Keller berprofesi sebagai seorang penulis, aktivis politik dan dosen Amerika, padahal ia menderita kebutaan dan gangguan pendengaran (tuli) sejak ia masih kecil. Ia menulis artikel serta buku-buku terkenal, diantaranya The World I Live In dan The Story of My Life (diketik dengan huruf biasa dan Braille), yang menjadi literatur klasik di Amerika dan diterjemahkan ke dalam 50 bahasa. Ia berkeliling ke 39 negara untuk berbicara dengan para presiden, mengumpulkan dana untuk orang-orang buta dan tuli serta mendirikan American Foundation for the Blind dan American Foundation for the Overseas Blind.
Kondisi tokoh-tokoh yang berhasil di dalam hidupnya meskipun dalam keterbatasan merupakan motivasi kuat bagi manusia yang dilahirkan sempurna. Namun, semua upaya yang dilakukan itu, sambung Edy, juga harus didukung dengan doa. Karena doa adalah kunci utama dari keberhasilan kerja keras yang dilakukan.
“Haram hukumnya manusia hidup tanpa cita-cita. Dan betapa meruginya orang-orang yang tak menjadikan doa sebagai sandaran hidupnya. Hidup kita ini milik Allah SWT, jadi hanya kepadanyalah kita sepenuhnya bersandar dan meminta pertolongan. Niscaya apa yang diinginkan akan dikabulkan,” kata Edy. (Humas)